Pendidikan Inklusif Guna Mengoptimalkan Potensi SDM Indonesia

Beberapa saat lalu saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR, diketahui rencana pemerintah untuk memberi pengakuan khusus terhadap pelajar dengan prestasi non-akademik. Sehingga anak-anak yang memiliki bakat tertentu di luar bidang akademis akan tetap diakui dan diberikan cap kredibel dari Kemendikbud. Prestasi non-akademik yang dicap kredibel tersebut dapat dimanfaatkan untuk masuk ke sekolah atau perguruan tinggi favorit melalui jalur prestasi.

Continue reading “Pendidikan Inklusif Guna Mengoptimalkan Potensi SDM Indonesia”

Walau level pekerjaannya rendah, SDM tetaplah SDM yang wajib diperhatikan dan dikembangkan oleh pimpinan dan organisasi

Dari 5 program prioritas Presiden Jokowi di periode kedua pemerintahannya (melanjutkan pembangunan pembangunan Infrastruktur, pembangunan Sumber Daya Manusia, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi) mungkin yang paling di apresiasi adalah pembangunan infrastukrur karena dianggap paling terlihat hasilnya dan bermanfaat, dan yang paling membutuhkan perhatian dan tindakan yang lebih dan inovatif adalah sektor Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut John C Maxwell SDM adalah aset yang paling berharga. Sistem maksimal setiap 3 tahun selalu diperbaharui dan akan ketinggalan zaman. Bangunan minimal setiap 5 tahun akan dimakan usia dan memerlukan perbaikan khusus. Mesin pun akan menyusut dan akhirnya rusak. Berbeda denga SDM yang mampu bertumbuh, berkembang dan semakin efektif jika mampu menggali potensi yang ada di diri mereka. Namun, seringkali justru SDM dianggap sebagai beban, bukan sebagai aset. Akibatnya pengembangan SDM seringkali dianggap tidak penting di berbagai organisasi, pekerja yang paling rajin dan paling pintar akan sering diberikan tugas tertentu, hapalan dan hitungan lebih diutamakan daripada karakter SDM, SDM yang levelnya rendah sering tidak diperhatikan kesejahteraan dan pengembanganya, dan sebagainya.

Continue reading “Walau level pekerjaannya rendah, SDM tetaplah SDM yang wajib diperhatikan dan dikembangkan oleh pimpinan dan organisasi”

Pentingnya Dibentuknya Pengadilan Pertanahan di Indonesia

Maraknya pembangunan infrastruktur di rezim pemerintahan Jokowi memiliki sisi positif dan juga “efek samping” dalam kehidupan masyarakat. Efek samping tersebut bervariasi dan tidak selalu terjadi di setiap daerah dengan efek yang sama. Salah satu contoh “efek samping” yang banyak terjadi adalah sengketa hak atas tanah. Pembangunan infrastruktur yang masif, sudah pasti membutuhkan ketersediaan lahan yang juga masif. Kecepatan pembebasan tanah menjadi tuntutan karena pembangunan infastruktur membutuhkan biaya yang sangat besar, semakin lama selesai maka semakin besar biaya dikeluarkan, juga semakin lama efek positif akan dirasakan masyarakat. Kecepatan pembebasan tanah itu tidak seimbang dengan adanya sengketa yang sering diajukan ke pengadilan. Meskipun sudah ada Perma 2 Tahun 2016 dan Perma 3 Tahun 2016, namun pada prakteknya banyak sekali gugatan yang diajukan diluar kaidah Perma tersebut. Hal tersebut disebabkan kompetensi hakim-hakim (pengadilan umum) belum spesifik menguasai kaidah hukum pertanahan. Kemudian karena pengadilan tidak boleh menolak perara yang diajukan padanya, maka setiap gugatan yang masuk akan diproses oleh pengadilan. Dapat disimpulkan Pengadilan khusus sengketa pertanahan menjadi penting untuk dibentuk.

Continue reading “Pentingnya Dibentuknya Pengadilan Pertanahan di Indonesia”

Too good to be true, baby!!!

Banjir mengawali pemberitaan di berbagai media arus utama di awal tahun 2020. Tetapi tidak hanya banjir, gerakan-gerakan yang membawa nama kerajaan juga menghiasi berbagai pemberitaan. Disaat ada negara Asia yang penduduknya lebih banyak dari Indonesia namun menjadi negara pertama dari Asia yang berhasil mengirimkan satelit ke Mars (India, dengan satelit MoM yang diorbitkan di 2013), justru Indonesia disibukkan dengan pembahasan kebangkitan jaman kerajaan yang dipimpin oleh segelintir orang. Juga disaat sering terdengar Indonesia akan memiliki bonus demografi di 2030 s.d. 2040 karena banyaknya usia produktif, namun pemaknaan kejayaan di masa lalu sering dimaknai keliru atau salah kaprah yang dipersepsikan sebagai “kembali ke kejayaan” atau “kemurnian dan kesempuraan”. Sayangnya yang mempercayai tokoh pengusung tersebut juga lumayan banyak. Halusinasi berjamaah?

Continue reading “Too good to be true, baby!!!”

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑