Jeda penerimaan pegawai negeri sipil yang sangat jauh, dari tahun 1990an sampai dibuka kembali tahun 2000an, menyebabkan banyak implikasi.
Dengan adanya jeda penerimaan pegawai negeri sipil yang cukup lama, mulai dari sekitar tahun 1990-an atau ada yang berkata 1995an sampai dengan tahun 2002 dengan jumlah yang sedikit. Lalu dilanjutkan tahun 2005 juga dengan kuantitas yang tidak banyak, kemudian tahun-tahun berikutnya dilanjutkan menerima pegawai baru. Banyak sekali akibat dari jeda tersebut, antara lain:
1. Terjadi kekosongan generasi pegawai dan jarak antara pegawai lama dengan pegawai baru, yaitu jarak penerimaan antara tahun 1990an dengan tahun 2000an.
Secara golongan juga mau tidak mau harus dipercepat dikarenakan adanya syarat-syarat untuk menempati jabatan dan posisi tertentu di pegawai negeri sipil. Terutama di kementerian yang mengurusi hal teknis, tentu pengalaman sangatlah diperlukan karena kemungkinan besar ilmu di bangku kuliah, ilmu di bidang swasta berbeda dengan kegiatan di lingkungan pemerintahan;
2. Terjadi ketimpangan pengalaman kerja sebagai pegawai negeri sipil dan golongan kerja.
Kemungkinan terbesarnya adalah diperlukannya percepatan agar pegawai generasi baru sanggup memikul beban kerja dan tanggung jawab dari generasi lama sebelum pegawai lama tersebut pensiun. Apapun yang telah dipelajari di bangku kuliah tentu akan berbeda dengan dunia kerja. Secara teori masih dapat digunakan ilmu yang didapat, namun secara sosial dan hierarki pekerjaan, generasi baru PNS harus mempelajari budaya kerja di tempat kerjanya yang baru.
3. Terjadi kekurangan tenaga kerja operasional dan/atau administratif.
Dengan jauhnya jarak, pengalaman, dan golongan antara pegawai generasi lama dengan generasi baru maka guna mengisi jabatan-jabatan yang akan lowong karena banyaknya generasi lama yang pensiun penerimaan generasi baru akan diutamakan minimal tenaga sarjana. Tujuannya jelas agar generasi baru ini bisa segera menyusul atau “dikarbit” sehingga siap pada waktunya menempati posisi tertentu yang akan lowong karena banyaknya yang pensiun.
Apabila mayoritas pegawai baru ditujukan sebagai pemimpin, bagaimana dengan tenaga level menengah?
Guna menjawab poin c. tersebut, perlu dianalisis dengan komprehensif.
- Apabila masih banyak diperlukan lulusan minimal sarjana, sementara ada keterbatasan dana dari Kementerian Keuangan sehingga tidak dapat setiap tahun membuka penerimaan pegawai baru, maka kementerian terkait harus memetakan kebutuhannya sendiri. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa organisasi tidak memerlukan pemimpin semua, tapi juga bagian operasional dan administratif guna mendukung pencapaian tujuan organisasi.
- Tidak semua pegawai lama akan segera pensiun. Cukup banyak pegawai yang masih belasan tahun lagi baru akan pensiun, namun bekerja sebagai staf / administrasi. Maka Kementerian terkait dapat mengoptimalkan bagian Kepegawaiannya (di dunia swasta lazim dikenal dengan bagian Sumber Daya Manusia) agar dapat memetakan dan melatih pegawai-pegawal lama tersebut agar juga disiapkan sebagai pemimpin. Karena seringnya paradigma di dunia kerja bahwa pegawai tua atau pegawai senior susah untuk dilatih dan/atau susah diharapkan kinerjanya. Dengan diberdayakannya pegawai senior tersebut, tentu dapat menyiasati keterbatasan “jatah” penerimaan pegawai negeri sipil setiap tahunnya.
yang ditanya perencanaan tpi yang dijawab malah penerimaan dstu..gk nyambung kayak mana saya mau tau penjelasannya klu lain yang ditanya
LikeLike