Penerimaan ASN yang lebih selektif?

Kementerian PANRB (KemenpanRB) kembali menelurkan gagasan baru perihal aparatur sipil negara (ASN). KemenpanRB mengumumkan bahwa melalui mereka pemerintah akan memperbaiki sistem perekrutan ASN. Latar belakang dan tujuannya yaitu memastikan ASN tidak hanya sekadar punya kemampuan administrasi, tetapi juga spesialisasi atau keahlian khusus. Adanya spesialisasi dinilai akan berdampak pada lahirnya inovasi di lingkungan kerja mereka.

Menurut MenpanRB dalam suatu wawancara, hasil survei KemenpanRB menunjukkan bahwa sebesar 60% kemampuan ASN adalah kemampuan administrasi, bukan spesialialisasi. Oleh karena itu, KemenpanRB ingin membuat suatu perekrutan ASN dengan menilai pengalaman calon pelamar, misalnya tamatan perguruan tinggi dengan indeks prestasi (IP) tinggi atau bahkan yang lulus cumlaude akan diberi kesempatan dan prioritas untuk menjadi ASN. Kemudian perekrutan ASN dengan mempertimbangkan spesialisasinya di bidang apa untuk diarahkan ke suatu kementerian yang membutuhkan spesialisasi tersebut.

MenpanRB berpendapat bahwa kalau sumbernya bagus, hasilnya juga pasti bagus. Saat ini mayoriitas ASN setiap pagi bingung atau kehilangan akal mau mengerjakan apa atau tidak punya inovasi. Oleh karena itu dibutuhkan ASN yang punya ide, gagasan, dan bisa menciptakan pekerjaan untuk dirinya dan anak buahnya. Selain itu juga dilakukan peningkatan kapasitas ASN melalui pelatihan-pelatihan.

Perencanaan kebutuhan ASN memang penting namun masih sering diabaikan. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang menarik untuk dibahas mengenai ide terbaru dari KemenpanRB ini. Pertama, mengenai perekrutan ASN yang mengutamakan calon ASN yang memiliki pengalaman, memiliki IP tinggi, atau bahkan cum laude.

Beberapa kekurangan dari menjadi ASN adalah pengalaman mereka di dunia pemerintah tidak dapat dijadikan daftar pengalaman untuk berkarir di pekerjaan di luar pemerintah. Seringkali ASN yang memutuskan untuk keluar sebagai ASN dan mencoba melamar di swasta misalnya, pengalaman yang dimilikinya tidak dijadikan tolak ukur pengalamannya. Kasarnya, pengalamannya di dunia ASN (apapun itu pengalamannya) tidak terlalu diperhitungkan sebagai pengalaman yang relevan, dengan ujungnya tawaran gaji yang ditawarkan hampir sama dengan fresh graduated. Begitupun sebaliknya, pengalaman di dunia swasta juga tidak diperhitungkan kala melamar sebagai ASN. Untuk menjadi ASN yang dinilai hanyalah tes akademik dan tes tes lainnya.

Kemudian KemenpanRB akan mengutamakan calon pegawai yang memiliki IP tinggi atau bahkan cumlaude. Pertanyaannya adalah buat apa seorang dengan IP tinggi atau bahkan cum laude ingin menjadi ASN? Karena dunia ASN dikenal sebagai dunia kerja yang tidak terlalu mementingkan kompetensi, semua sudah ada prosedurnya tinggal mengikuti. Misalnya saja pelaksanaan kegiatan yang rigid harus direncanakan sebelumnya dalam DIPA yang dibuat tahun sebelumnya, meski belakangan ini sudah mulai populer mekanisme revisi DIPA, POK, dan RKAKL.

Selain itu juga unsur kedekatan sangat berpengaruh dalam promosi kenaikan jabatan di dunia ASN. Bahkan banyak sekali tenaga honorer yang menunggu untuk dijadikan ASN, dimana tenaga honorer tersebut semakin tahun semakin bertambah yang mana sebagian besarnya juga keluarga petinggi di instansi yang bersangkutan. Hal itu menjadi wajar mengingat budaya gotong royong dan menolong sedulur. Misalnya saudara atau anaknya belum memiliki pekerjaan setelah lulus SMU/STM atau bahkan kuliah, masukkan saja sebagai honorer terlebih dahulu siapa tahu nanti bisa diangkat sebagai ASN melalui honorer kategori I, II, III, IV atau kategori XCIX. Kenapa saya bilang wajar? Karena mungkin bila saya ada di posisi tinggi sekarang atau pada suatu saat nanti, kemungkinan juga saya akan melakukan hal yang sama: menolong saudara saya yang belum memiliki pekerjaan untuk menjadi tenaga honorer. Mungkin saat ini saya bisa bilang tidak, namun dimasa depan siapa yang tahu? Karena memang budaya di Indonesia seperti itu. Dengan kondisi seperti itu, apakah ASN masih menarik bagi pelamar dengan IP tinggi atau bahkan cum laude?

Kedua, mengenai opini MenpanRB bahwa kalau sumbernya bagus, hasilnya juga pasti bagus. Apakah bila perekrutan ASN benar maka organisasi ASN dapat lebih berkembang? Ah… berarti MenpanRB menganggap ASN yang mulai direkrut setelah sekian lama (mulai perekrutan massal mulai TA 2005 dari sebelumnya sejak 1990-an belum pernah ada penerimaan massal PNS) sumbernya tidak bagus atau mayoritas tidak bagus sehingga kondisi ASN tidak banyak berubah? Saya rasa ide tersebut baik tapi seharusnya MenpanRB melaksanakan survey ilmiah terlebih dahulu menggunakan statistik (kuantitatif) maupun kualitatif terhadap kualitas ASN baik survey internal maupun kepuasan pelanggan, dimana hasil penelitian ilmiah itu dipublikasikan guna mendapat tanggapan masyarakat. Jangan-jangan belum membaiknya kinerja ASN bukan dikarenakan sumbernya tidak baik, melainkan terjadinya demotivasi, tekanan atasan, budaya kerja yang buruk, pengelolaan SDM yang buruk, dan sebagainya yang terjadi di dalam dunia ASN. Semua kelemahan itu sebenarnya berasal dari sebuah latar belakang bahwa ASN itu bukan aset, melainkan beban.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Blog at WordPress.com.

Up ↑

https://zonadamai.com/

Mari berdiskusi mengenai Filsafat, Hukum, Sumber Daya Manusia, dan Gagasan

Notes from an Indonesian Policy Wonk

Notes and Analysis on Indonesian Current Affairs and Policies

Khalid Mustafa's Weblog

Sebuah Catatan Kecil

Pan Mohamad Faiz, S.H., M.C.L., Ph.D.

Constitutional Law, Comparative Constitutional Law, Constitutional Court and Human Rights

JURNAL HUKUM

Mari berdiskusi mengenai Filsafat, Hukum, Sumber Daya Manusia, dan Gagasan

The Chronicles of a Capitalist Lawyer

Mari berdiskusi mengenai Filsafat, Hukum, Sumber Daya Manusia, dan Gagasan

Ibrahim Hasan

Mari berdiskusi mengenai Filsafat, Hukum, Sumber Daya Manusia, dan Gagasan

%d bloggers like this: