Situ dapat dikatakan sebagai salah satu jenis tempat berkumpulnya genangan air dari permukaan permukaan tanah, baik dari hujan, mata air, maupun aliran sungai yang terbentuk secara alami maupun buatan. Situ adalah salah satu solusi dari penyerapan/penampungan air yang mengalir di permukaan. Tahun 1960-an, Jabodetabek memiliki 400-600 situ. Kini tersisa 187 situ saja di Jabodetabek. Kesadaran akan perlindungan terhadap kelestarian situ sudah mulai digagas, salah satunya melalui revitalisasi. Karena selain sebagai tempat menyerap/menampung air, situ juga dapat difungsikan sebagai sumber air. Salah satu alas an situ makin menghilang adalah situ-situ tersebut semakin dangkal oleh sampah dan endapan lumpur, juga karena semakin maraknya okupasi bangunan di pinggir-pinggir situ yang semakin ke arah tengah.
Salah satu solusi menjaga penyerobotan situ menjadi bangunan adalah dengan menegaskan adanya daerah sempadan beberapa meter atau beberapa puluh meter disekitaran situ yang tidak boleh didirikan bangunan dan atau ditanami tanaman. Penetapan sempadan itu mirip seperti sempadan pada jalan yang disebut Daerah Milik Jalan (Damija) atau Ruang Milik Jalan (Rumija), meskipun Damija dan Rumija tersebut juga jarang ditaati. Terbukti dari maraknya bangunan di samping kanan dan kiri jalan dimana-mana, sehingga saat terjadi peningkatan volume kendaraan di suatu daerah dan diperlukan pelebaran jalan, pembebasan lahan menjadi sulit sekali dan cenderung deadlock.
Solusi lainnya yaitu secara disiplin pemerintah daerah selalu mengawasi daerah sekitaran situ guna mencegah terjadi okupasi baru. Tentu bangunan-bangunan liar tidak serta merta ada dalam waktu sehari atau seminggu. Pasti pembangunan terjadi bertahap, karena didiamkan akhirnya lama kelamaan menjadi bangunan tetap, lama kelamaan menjadi banyak dan bertetangga. Kemudian instansi yang berwenang juga tidak menerbitkan IMB, atau hak guna bahkan Sertipikat Hak Milik (SHM) terhadap bangunan di area sempadan. Listrik dan air juga seharusnya tidak terpasang di bangunan tersebut.
Sebagai contoh Situ Gunung Putri di Bogor yang secara administratif terdaftar 18 hektar, namun kini sekitar 13 hektar sudah dimiliki warga. Saat akan dilakukan pengerukan sedimen dan sampah, justru Pemerintah Kota Bogor kewalahan karena dihadang warga yang menganggap pengerukan merusak properti bangunan mereka. Contoh lain Situ Rawa Besar di Depok yang secara administratif tercatat 17 hektar, namum eksisting tinggal 11 hektar. Dengan menyempitnya situ dapat mengakibatkan terjadinya banjir juga. Oleh karena itu pemagaran atau pengamanan situ sangat krusial dilakukan. Apabila memang luas situ secara administratif sudah jauh berkurang dibanding de facto dan sulit dikembalikan karena sudah diokupasi warga, maka apakah pemerintah kota cukup legowo untuk melepas luasan tersebut? Dengan catatan segera mengamankan sisa luasan yang tersisa. Apabila sudah tercatat pada daftar aset Barang Milik Daerah/Barang Milik Negara, maka diperlukan terobosan di Kementerian Keuangan selaku Pengelola Barang untuk dapat menghapuskan aset tersebut karena secara de facto sudah dikuasai pihak lain. Atau menempuh jalan lain dengan menggugat seluruh atau sebagian okupan dan menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak tersebut.
Leave a Reply