Tanah berkarakter khusus dalam pengertian pengadaan tanah bagi kepentingan umum adalah segala jenis tanah yang dikuasai, dimiliki, atau alas haknya dipegang selain warga masyarakat/individu warga negara. Yang termasuk tanah berkarakter khusus yaitu tanah kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat/tanah adat, dan atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah. Seluruh tanah berkarakter khusus tersebut selalu menjadi batu sandungan bagi percepatan pengadaan tanah bagi pembangunan karena, diakui atau tidak, adanya birokrasi dan ego sektoral antarinstansi pemerintah sendiri. Namun kluster oengadaan tanah di dalam UU Cipta Kerja, tanah berkarakter khusus ini diberikan pengaturan khusus pula agar penyelesaian pengadaan tanah bagi kepentingan umum lebih cepat dibanding sebelum-sebelumnya.
UUciker telah mengubah pasal 8 dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU 2/2012) yang sebelumnya berbunyi: “Pihak yang Berhak dan pihak yang menguasai Objek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini” diubah menjadi uraian beberapa ayat. Terdapat satu ayat yang akan kita bahas dalam tulisan ini yaitu pasal 8 ayat (2) yang berbunyi: “Dalam hal rencana Pengadaan Tanah, terdapat Objek Pengadaan Tanah yang masuk dalam kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat/tanah adat, danf atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, penyelesaian status tanahnya harus dilakukan sampai dengan penetapan lokasi”.
Dengan adanya pengaturan tersebut maka setelah adanya dokumen perencanaan (yang diantaranya berisi daftar sementara pemilik bidang) dari instansi yang membutuhkan tanah terbit, instansi yang membutuhkan tanah beserta pemerintah daerah membuat rencana aksi untuk secara simultan melakukan proses persiapan pengadaan tanah sekaligus menyelesaikan proses pembebasan tanah-tanah berkarakter khusus. Meskipun, bisa saja penetapan lokasi tidak segera dikeluarkan sebelum tanah-tanah berkarakter khusus tersebut selesai prosesnya (tentu ini akan menghambat penyelesaian pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan berpotensi maladministrasi).
Oleh karena adanya urgensi penyelesaian tanah-tanah berkarakter khusus tersebut sebelum diterbitkannya penetapan lokasi, maka UUCiker juga mengatur keterlibatan pemangku kepentingan yang baru dalam Tahap Persiapan yaitu pada pasal 14 ayat (1) yang berbunyi “Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dengan melibatkan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Apabila sebelumnya tahap persiapan hanya melibatkan instansi yang memerlukan tanah dan pemerintah daerah sebagai panitianya, maka dengan adanya pasal 14 ayat (1) tersebut, maka Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah mulai ikut terlibat. Juga sebelum ada UUCiker, BPN baru mulai “bertugas” di Tahap Pelaksanaan. Dengan semakin banyak pihak pemerintah yang terlibat dalam Tahap Persiapan, diharapkan penyelesaian izin-izin dan alih status tanah-tanah berkarakter khusus diharapkan dapat lebih cepat selesai. Bahkan dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang penulis dapatkan, diatur “Dalam hal perubahan status dan izin pelepasan atas objek pengadaan tanah berkarakter khusus tidak dipenuhi tanpa adanya keterangan tertulis dari Instansi terkait, maka Penetapan Lokasi berfungsi sebagai izin pelepasan/pinjam pakai”. Pengaturan yang benar-benar sapu jagat, menabrak aturan-aturan lain yang selama ini menghambat penyelesaian tanah berkarakter khusus, seperti Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang proses perizinannya sangat panjang, pelepasan aset Tanah Kas Desa yang birokrasi perizinannya berlapis dari pemerintah kotamadya/kabupaten sampai ke pemerintah provinsi, dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan yaitu apabila izin pelepasannya sudah dipastikan keluar saat terbitnya penetapan lokasi oleh pemerintah daerah, maka proses riil pelepasan seperti pemenuhan kewajiban lahan pengganti pada lahan Perhutani, tanah wakaf, tanah kas desa, dan tanah berkarakter khusus lainnya itu bagaimana? Akankah hanya sebuah formalitas belaka yang tidak wajib dipenuhi oleh instansi yang memerlukan tanah? Toh izinnya sudah keluar saat penetapan lokasi terbit, sehingga tidak wajib mengganti tanah terkena? Menarik untuk ditunggu.
Leave a Reply